Senin, 19 Maret 2018

Literasi di Era Digital



Ketersediaan informasi yang melimpah di era digital saat ini berimplikasi pada kemudahan untuk mengaksesnya. Namun kemudahan mengakses informasi tak selamanya berbanding lurus dengan manfaat yang di dapat, massifnya informasi terkadang justru berkontribusi pada penurununan kualitas diri.

Terampil mengelola  informasi menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi saat ini. Agar tidak mudah terjebak dalam berita hoax yang menyesatkan. Kemampuan berpikir kritis dan mampu menganalisis segala permasalahan  dengan mengedepankan keluhuran budi pekerti akan menjadi filter diri dari derasnya arus informasi yang tingkat keshahihannya belum tentu seratus persen dapat dipertanggungjawabkan.

Para ahli pendidikan menyampaikan  tentang pentingnya mengembangkan literasi bagi seluruh warga sekolah dan juga orang tua. Literasi diyakini menjadi solusi untuk mengembangkan kemampuan berpikir, menajamkan akal serta meluhurkan budi pekerti, karena  Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.

Literasi dimaknai lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menelaah berbagai literatur. Literasi juga mampu melahirkan   kreatifitas  dan daya cipta. Misalnya siswa mampu memvisualisasikan berbagai objek pembelajaran menjadi peraga yang interaktif sebagai alat bantu dalam proses KBM. Mengkonkretkan  ide dan imajinasi ke berbagai hasil karya masuk ke ranah kognitif C6 (kreasi) dalam taksonomi Bloom.
Bagaimana memulainya, mulailah dari diri kita sebagai pendidik, mencintai buku dan menjadikannya sahabat sejati,  karena profesi kita sama dengan mengikrarkan  diri bahwa kita adalah  pembelajar sepanjang hayat.
Kegiatan literasi dapat diwujudkan melalui berbagai macam kegiatan seperti pameran buku, story telling, bedah tokoh dan sebagainya.

Seperti yang dilakukan di sekolah beberapa pekan lalu, guna membuka hati dan pikiran siswa untuk meneladani akhlak rasulullah Muhammad SAW sebagaimana Allah SWT berfirman :
 Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah“. (QS. Al-Ahzab/33:21).

Kegiatan sharing session bersama Bapak Mansur yang mengupas tentang  keutamaan Mencintai Shirah Nabawiyah. Beliau menyampaikan tentang syafa’atul udzma, yaitu syafaat yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW bagi penduduk padang mahsyar kelak.  


Menciptakan atmosfer literasi sekolah dengan mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi adalah hal utama yang harus dipenuhi. Salah satu indikator ketercapaiannya adalah terwujudnya  lingkungan sosial dan afektif melalui komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah.
Literasi akan berjalan efektif bila terbangun kolaborasi seluruh warga sekolah, dan akan mencapai titik optimumnya bila orang tua mengambil peran dalam mengawal kegiatan literasi bagi putra-putrinya di rumah.***





Minggu, 15 Oktober 2017

Hidden Kurikulum

Ada pertanyaan di balik tragedi pembunuhan massal oleh Stephen Paddock  yang terjadi di Las Vegas Amerika, negara maju yang sering dikatakan sebagai Dream Land bagi warga dunia pada awal Oktober lalu. Menurut informasi yang didapatkan penulis , pelaku adalah seorang miliuner, pensiunan akuntan yang memiliki bisnis di bidang property dan memiliki lisensi untuk menerbangkan pesawat kecil. Suatu ironi sekaligus kembali menegaskan bahwa kekayaan (baca : materi) ternyata bukanlah sumber kebahagiaan hidup seseorang. Setelah melakukan penembakan massal, Paddock bunuh diri. Sehingga timbullah pertanyaan : “Apa yang hilang dalam diri Paddock..?”.    
Di dalam buku Butir Hikmah di Balik Fakta Ilmiah tulisan Syaefudin mengisahkan para ilmuwan dari University of Rochester, Amerika Serikat yang melakukan penelitian tentang kunci kebahagiaan. Christopher Niemic, Richard Ryan dan Edward Deci mengelompokkan pertanyaan menjadi 2 bagian. Pertama berhubungan dengan persahabatan yang erat dan langgeng, serta sikap menolong untuk memperbaiki hidup orang lain, yang disebut sebagai aspirasi intrinsik. Kedua, berkaitan dengan keinginan menjadi seorang yang kaya dan mendapatkan pujian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cita-cita intrinsik lebih membuat orang bahagia dari pada cita-cita ekstrinsik. Dengan mencapai tujuan intrinsik, mereka telah memenuhi kebutuhan dasar kejiwaan. Peneliti membuktikan bahwa terwujudnya “American Dream” seperti kekayaan, ketenaran dan pujian bukanlah kunci kebahagiaan. Sejumlah mahasiswa yang diteliti menyatakan bahwa melalukan amal baik lebih menyenangkan.
Mengembangkan sikap intrinsik siswa  salah satunya melalui hidden kurikulum, yaitu kurikulum yang tidak termaktub dalam standar komptensi namun mampu memberikan pesan yang kuat dalam pendidikan moral dan karakter warga sekolah. Segala tingkah laku dan kebiasaan kita dalam membersamai murid-murid adalah hidden kurikulum. Bagaimana kita mengatur kelas sehingga nyaman untuk disinggahi juga bagian dari hidden kurikulum.  Kegiatan di luar pembelajaran yang mampu memberikan makna  seperti kegiatan pekan lalu di sekolah kami,  siswa saling berkunjung ke rumah salah satu temannya dalam program home visit.  Berkunjung untuk saling menyemangati, menjalin keakraban dan  membina tali persaudaraan sehingga terbangun kekompakan dan menumbuhkan empati dalam diri untuk saling menyayangi dan menghargai nilai persahabatan. Seperti penelitian di atas, motivasi intrinsik lebih memberikan kebahagiaan diri dan menambah nilai kebermanfaatan diri ternyata memberi energi positif untuk terus beraktivitas dan berkarya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain “.***

Deci E, Niemic C, Ryan R. 2009. Achieving Fame, Wealth, and Beauty are Psychological Dead Ends, Study Says. Didalam : Syaefudin. 2017. Butir Hikmah di Balik Fakta Ilmiah. Bogor : IPB Press.
Internasional.kompas.com/read/2017/10/03/10105111/penembak-di-las-vegas-adalah-miliuner-dan-investor-real-estat [diakses 15 Oktober 2017]


 





Senin, 09 Oktober 2017

Activity 1st Week - October 2017






IT dan Hasil Karya


IT antara solusi dan memudahkan bijak dan bermanfaat  dengan IT. Membuat nilai tambah. Krativitas dengan menjadi maker bukan sekedar user. Negative, positif.
abad 21 diinyalir sebagai abad digital karena instrumentnya telah menyebar dari komunitas internasional hingga ke pelosok negeri. Dunia pendidikan, perdagangan, pariwisata, perbankan hingga ke rumah tangga hampir dipastikan terkoneksi dengan IT. Masyarakat dari berbagai lapisan hingga individu baik anak-anak, remaja, hingga orang dewasa seakan tak mampu mengelak dari masivnya perkembangan IT.


Kemajuan IT ibarat pisau bermata dua, memberi manfaat di satu sisi, namun di sisi lain bisa mendatangkan kemudharatan. Sehingga memerlukan kedewasaan dalam memanfaatkan IT.
Menyadarkan generasi muda agar bijak memanfaatkan  IT menjadi salah satu tantangan dunia pendidikan saat ini. Seperti Bobby De Potter1 dalam bukunya Quantum Teaching menyampaikan: untuk membuat siswa mau mengikuti kita adalah dengan masuk ke dunia mereka, setelah terbangun kepercayaan mereka terhadap kita, maka kita tarik mereka ke dunia kita. Setelah kita berusaha memahami seluk beluk IT di dunia remaja, entah itu sosial media atau  game on line, kemudian terbangun kedekatan (attachment) dengan mereka, hingga terjalin rasa saling mempercayai,  selanjutnya   kembali kita sadari tentang eksistensi kita bagi mereka. Mendampingi dan memberikan rambu-rambu etika dalam berselancar di dunia IT


IT (Baca : gadget) telah menjelma seakan-akan menjadi kebutuhan primer saat ini. Dan hal ini sebenarnya dapat dijadikan sebagai peluang bagi kita untuk kita jadikan sebagai sarana merangsang kreativitas dan daya inovasi siswa. Sehingga IT memberikan nilai tambah kemanfaatan bagi mereka. Misalnya dengan mengadakan workshop membuat Mobile aplikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan si pengguna. Seperti yang dilakukan SMA Fajar Hidayah dengan Swiss German University baru-baru ini. Siswa diajarkan bagaimana membuat aplikasi tanpa coding yang rumit sehingga remaja dapat dengan mudah membuat aplikasi sesuai dengan yang diinginkan. Nilai positif dari kegiatan ini adalah menumbuhkan kreativitas siswa, sehingga mereka bukan hanya menjadi objek, namun sebagai subjek. Seperti slogan workshop ini : “Don’t just be a user, You have to be a creator”.***